KPK Bongkar Kelakuan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy

KPK Bongkar Kelakuan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy
Lambeturah.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Richard Louhenapessy sempat jalan-jalan di mal, sempat mengaku tengah menjalani perawatan medis.

"Beberapa hari sebelum kami melakukan penjemputan, tim kami juga sudah melakukan pengawasan dan kebetulan bersangkutan ada di Jakarta," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, dikutip Viva, pada Sabtu (14/5/2022).

Sebelumnya, belum lama ini tim penyidik KPK menjemput paksa Richard di salah satu rumah sakit swasta di wilayah Jakarta Barat, Jumat. Richard mengaku sedang menjalani perawatan medis.

Kontroversi Merek Whiskey Di Malaysia Sebut Singgung Nama Anak Nabi Muhammad SAW



"Pada saat dalam pengawasan kemarin itu hanya cabut jahitan dan suntik antibiotik. Kemudian masih sempat jalan-jalan di mal, artinya ini dalam keadaan sehat," ungkap Karyoto. Selain itu, kata dia, KPK juga berkonsultasi dengan dokter untuk menanyakan dan juga memastikan kondisi kesehatan Richard. "Kami pesan kepada penyidik coba ditanyakan kepada tim dokter menanyakan sejauh mana tingkat sakitnya itu," ujarnya.

"Awalnya memang ini adalah panggilan kedua sebagai tersangka dan yang bersangkutan melalui pengacaranya membuat permohonan untuk ditunda dengan alasan sakit. Sakit dalam istilah perundang-undangan adalah alasan yang patut dan wajar. Namun, kalau keadaan sakit ini hanya dijadikan alasan bisa menjadi hal-hal yang merugikan yang bersangkutan," sambungnya.

Sebelumnya, walikota Ambon tersebut sempat membantah tidak kooperatif untuk hadir memenuhi panggilan tim penyidik KPK.

"Tidak, tidak, saya operasi kaki nih ya (sembari menunjuk kaki yang diperban)," kata Richard saat tiba di Gedung KPK.

KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni staf tata usaha pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanusa (AEH) dan Amri (AR) dari pihak swasta/karyawan Alfamidi (AM) Kota Ambon.

Atas perbuatannya, tersangka Amri selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.