Mahkamah Konstitusi Putuskan Kerusuhan di Media Sosial Tidak Termasuk Delik Pidana UU ITE

Lambeturah.co.id - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa kerusuhan atau keributan yang terjadi di ruang digital, termasuk media sosial, tidak dapat dikategorikan sebagai delik pidana berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Keputusan ini dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang putusan perkara nomor 115/PUU-XXII/2024 yang berlangsung di Jakarta Pusat pada Selasa, 29 April 2025.
Suhartoyo menyatakan, "Menyatakan kata 'kerusuhan' dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6905) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,"
Ia menambahkan bahwa ketentuan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, asalkan tidak diartikan bahwa 'kerusuhan' adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, melainkan di ruang digital atau siber.
"Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'kerusuhan adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber,'" ujar dia melanjutkan.
Pasal 28 ayat (3) UU ITE mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang diketahui mengandung berita bohong yang dapat menimbulkan kerusuhan di masyarakat.
Hakim MK, Arsul Sani, menjelaskan bahwa MK menilai tidak ada parameter yang jelas untuk mendefinisikan bentuk kerusuhan atau keonaran dalam UU ITE.
Oleh karena itu, MK menyatakan bahwa kata "kerusuhan" dalam norma Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU 1/2024 harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
"Sepanjang tidak dimaknai 'kerusuhan' adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber," kata Arsul Sani.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa bentuk kerusuhan dan keonaran tidak relevan dengan perkembangan zaman, terutama di era teknologi yang terus berkembang pesat.
Masyarakat kini memiliki akses yang luas dan mudah terhadap informasi melalui berbagai media, terutama media sosial.
"Sehingga dinamika yang terjadi dalam mengeluarkan pendapat dan kritik berkenaan dengan kebijakan pemerintah di ruang publik, seyogianya disikapi sebagai bagian dari dinamika demokrasi yang merupakan pengejawantahan dari partisipasi publik dan bukan serta merta dianggap sebagai unsur yang menjadi penyebab keonaran yang dapat dikenakan proses pidana oleh aparat penegak hukum," tutup Arsul.