Murid SMP di Grobogan Jadi Korban Pencabulan Guru Selama 2 Tahun, Dicabuli 10 Kali

Murid SMP di Grobogan Jadi Korban Pencabulan Guru Selama 2 Tahun, Dicabuli 10 Kali
Murid SMP di Grobogan Jadi Korban Pencabulan Guru Selama 2 Tahun, Dicabuli 10 Kali

Lambeturah.co.id - Seorang murid SMP di Grobogan, Jawa Tengah, diduga menjadi korban pencabulan oleh seorang guru perempuan yang juga wali kelasnya.

Kasus ini dilaporkan terjadi selama kurun waktu dua tahun, dengan korban disebut mengalami tekanan fisik dan mental yang signifikan.

"10 kali (berhubungan badan) dalam kurun waktu dua tahun dari kelas 8," ujar Hernawan, Kamis (9/1/2025), seperti dikutip dari detikJateng.

Kuasa hukum korban, Hernawan, mengungkapkan bahwa kliennya, yang saat ini duduk di kelas 9, dipaksa oleh oknum guru berinisial ST (35) untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum.

"Kondisi anak syok kayak linglung. Tidak teruskan sekolah di sana, dia trauma, sekitar enam bulanan ini (murung,red). Sejak kejadian dipukuli itu," papar Hernawan.

Trauma Berat dan Gangguan Mental

Hernawan menyebutkan bahwa akibat peristiwa ini, korban mengalami trauma berat yang membuatnya tidak dapat melanjutkan pendidikan di sekolah sebelumnya. Selain menjadi korban pencabulan, korban juga mengalami tindakan kekerasan fisik.

Menurutnya, pelaku memanfaatkan bujukan dengan menawarkan imbalan materi, seperti uang, pakaian, hingga nilai yang baik, untuk memanipulasi korban.

"Dia mengiming-imingi kalau kamu 'ini' tak kasih duit, tak belikan baju, jaket. Untuk nilai, iya seperti itu," tuturnya.

Ditempatkan di Kos

Dalam pengakuannya, korban juga sempat ditempatkan di sebuah kos di daerah Gubug selama enam bulan, yang seluruh kebutuhannya dibiayai oleh ST. Namun, tujuan korban ditempatkan di kos tersebut masih belum jelas.

"Sebelum di pondok, menurut keterangan korban, dibawa ke Desa Gubug, dikoskan selama enam bulan oleh inisial S. Disembunyikan di sana. Keterangan korban mau ditempatkan di sana dulu. Tujuan lain belum tahu," kata Hernawan kepada wartawan di Kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Swatantra Grobogan, Kamis (9/1).

"Selama di kos tidak melakukan hal itu. Keterangan dari korban dilakukan di rumah pelaku," jelasnya.

"Bebas sih, tapi dia tidak mau tinggalkan. Dia merasa dicukupi. Begitu kembali, dalam keadaan syok, linglung, kosong gitu. Oleh pihak keluarga dibawa ke pondok untuk terapi mental," ujarnya.

Setelah keluar dari kos, korban menunjukkan kondisi mental yang semakin memburuk. Ia kemudian dibawa oleh keluarganya ke sebuah pondok pesantren untuk menjalani terapi pemulihan.

Penggerebekan dan Kekerasan

Kasus ini mulai terungkap setelah keluarga korban melakukan penggerebekan di rumah pelaku. Meski demikian, pihak keluarga awalnya hanya melaporkan kejadian tersebut ke kepala dusun, tanpa membuat laporan resmi ke pihak berwajib.

"Tidak dilaporkan ke polisi saat grebegan. Cuma ke kepala dusun waktu itu," ujarnya.

Selain itu, korban juga sempat mengalami kekerasan dari ayah pelaku.

"Dia dipukuli orang tua si pelaku (ST pelaku pencabulan). Jadi ketahuan di kamar, ada suara orang batuk. Orang tua pelaku dobrak pintu terus anak itu dipukuli," ujarnya.

Peristiwa ini terjadi ketika korban ditemukan di rumah pelaku saat pelaku sedang tidak berada di tempat. Ayah pelaku, yang curiga mendengar suara dari dalam rumah, mendobrak pintu dan mendapati korban berada di dalam kamar, kemudian melakukan penganiayaan.

Langkah Hukum

Saat ini, kasus ini sedang ditangani oleh pihak berwenang di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Grobogan. Kuasa hukum korban menegaskan bahwa pihaknya akan mengawal proses hukum hingga tuntas demi mendapatkan keadilan bagi korban.