Pemerintah Tindak Lanjuti Keluhan Orang Tua, Game Online Akan Diatur Berdasarkan Usia

Lambeturah.co.id - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, mengumumkan bahwa pemerintah tengah menyiapkan regulasi khusus terkait klasifikasi atau rating pada game online. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap banyaknya keluhan dari para orang tua soal konten game yang dinilai tidak layak untuk anak-anak.
"Kami juga menerima banyak sekali keluhan orangtua terhadap game-game yang kemudian berisi konten yang tidak pantas bagi anak-anak, berisi konten kekerasan, dan lain-lain," ujar Meutya saat mengunjungi Kantor Agate di Bandung, Jawa Barat, pada Sabtu (5/7/2025).
Sebagai bentuk perlindungan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, yang dikenal sebagai PP Tunas.
Melalui aturan ini, akses anak terhadap game online akan dibatasi atau ditunda berdasarkan sistem klasifikasi usia dan tingkat risiko konten.
Game yang mengandung unsur kekerasan atau risiko berat hanya boleh diakses oleh remaja berusia 16 tahun ke atas, dan itu pun harus dalam pengawasan orang tua.
"Nah, namun, kita sudah lebih maju dari beberapa negara yang melakukan hal serupa, karena kita akan melakukan rating dan klasifikasi," jelas Meutya.
Menkomdigi juga menegaskan bahwa Indonesia bahkan telah melangkah lebih maju dibanding beberapa negara lain dalam hal penerapan klasifikasi game. Sistem ini akan menjadi acuan dalam membatasi konten yang tidak sesuai bagi anak-anak di dunia digital.
"Jadi, kalau memang kategorinya berat, risiko berat, maka itu 16 sampai 18 tahun. 16 tahun bisa mengakses, 18 tahun bisa masuk. Jadi, 16 itu bisa mengakses didampingi orang tua, 18 fully independent," imbuhnya.
Lebih lanjut, Meutya mengimbau para pengembang game agar lebih memperhatikan isi konten yang mereka produksi.
"Nah, saya sangat berharap ini tidak memukul industri game sehingga kita juga mengharapkan teman-teman di developer game untuk berhati-hati untuk melihat kontennya dan ini bukan hanya gerakan yang ada di Indonesia, secara global, tuntutan ini semakin banyak," pungkasnya.