Pengaruh FOMO dan FOPO dalam Perilaku Berpacaran Remaja di Era Digital

Lambeturah.co.id - Masa remaja, yang umumnya berada di jenjang SMP dan SMA, sebaiknya diisi dengan aktivitas yang produktif dan bermanfaat. Oleh karena itu, para remaja dianjurkan untuk fokus pada pengembangan diri dibandingkan menjalin hubungan romantis dengan lawan jenis.
Namun, di era digital saat ini, banyak remaja yang mengalami FOMO (Fear of Missing Out) dan FOPO (Fear of Other People's Opinion).
Perasaan takut tertinggal dan khawatir terhadap pendapat orang lain sering kali mendorong mereka untuk mengikuti tren, termasuk dalam hal berpacaran.
Remaja Rentan Terhadap Tekanan Sosial
Psikolog Wahyu Bintari, S.Psi, M.Psi, mengungkapkan bahwa banyak remaja akhirnya mencoba berpacaran karena tekanan sosial dari lingkungan sekitar.
"Anak remaja justru ada yang minder gara-gara komentar temannya. Misalnya ada yang bilang, kamu sudah 17 tahun tapi kok belum pacaran," kata Wahyu Bintari, S.Psi, M.Psi, Psikolog dilangsir Kompas.com, Senin (24/2/2025).
Ia menekankan bahwa pendidikan karakter harus dimulai dari rumah. Orangtua berperan penting dalam menanamkan kepercayaan diri kepada anak agar mereka dapat fokus mengejar impian tanpa terpengaruh oleh tekanan sosial.
FOMO dan FOPO Dipicu oleh Kurangnya Aktivitas
Wahyu menjelaskan bahwa salah satu alasan remaja mudah terkena FOMO dan FOPO adalah karena kurangnya aktivitas yang menyita energi mereka.
"Kalau anak-anak tidak gabut (tidak melakukan apa-apa) dan tidak mager (malas gerak), serta terlibat dalam aktivitas yang benar-benar menyerap energi mereka, maka mereka tidak akan mengalami FOMO maupun FOPO," jelasnya.
Oleh karena itu, orangtua perlu mengarahkan anak-anak agar mereka menghabiskan energi untuk hal-hal yang positif dan produktif. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para orangtua dalam membimbing anak di rumah.
"Makanya peran orangtua juga bagaimana mengarahkan anak-anak ini supaya energinya habis untuk hal-hal yang positif dan produktif . Itu PR banget sebenarnya untuk orangtua di rumah," tandas Wahyu.
Sekolah Berperan dalam Membentuk Karakter Remaja
Selain orangtua, sekolah juga memiliki peran besar dalam membentuk karakter dan fokus remaja. Menurut Wahyu, kurikulum sekolah yang padat cenderung membuat siswa lebih sibuk dan tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang kurang bermanfaat, termasuk hubungan romantis di usia dini.
"Saya sering bekerja sama dengan sekolah-sekolah, dan saya melihat karakter siswa berbeda-beda tergantung kurikulumnya. Di sekolah dengan kurikulum yang padat, siswa cenderung lebih fokus pada pelajaran dan kegiatan produktif dibandingkan dengan sekolah yang tidak memiliki struktur kurikulum yang jelas," ungkapnya.
Wahyu menegaskan bahwa remaja yang memiliki aktivitas padat dan menarik cenderung lebih fokus dalam mengejar impian mereka.
Oleh karena itu, baik orangtua maupun sekolah harus berperan aktif dalam membentuk karakter anak agar mereka memahami bahwa masa remaja adalah waktu yang tepat untuk berkembang dan meraih cita-cita.
"Anak-anak yang kegiatannya lebih padat dan kegiatan menarik perhatian dan energi secara maksimal dan optimal, mereka rata-rata mereka tidak tersita perhatiannya pada lawan jenis ataupun hal receh. Sehingga peran orangtua dan sekolah penting untuk menanamkan karakter dan nilai bagi anak supaya mereka bisa lebih memahami, masa remaja itu adalah masa untuk meraih impian," tutup Wahyu.