Piyu: Putusan Pengadilan dalam Kasus Royalti Agnez Mo Harus Dihormati

Piyu: Putusan Pengadilan dalam Kasus Royalti Agnez Mo Harus Dihormati
Piyu: Putusan Pengadilan dalam Kasus Royalti Agnez Mo Harus Dihormati

Lambeturah.co.id - Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) menyatakan dukungannya terhadap putusan Pengadilan Niaga terkait kasus royalti yang melibatkan penyanyi Agnez Mo dan musisi Ari Bias.

Agnez Mo Dijatuhi Denda Rp 1,5 Miliar

Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat pada 30 Januari 2025 memutuskan bahwa Agnez Mo bersalah melanggar Undang-Undang Hak Cipta. Sebagai konsekuensi hukum, pengadilan menjatuhkan sanksi berupa denda sebesar Rp 1,5 miliar kepada Agnez Mo.

Piyu, yang mewakili AKSI, menyatakan dukungan penuh terhadap keputusan tersebut. Ia menekankan pentingnya menghormati putusan hukum yang telah ditetapkan.

"AKSI sangat setuju dengan putusan ini dan mengimbau semua pihak serta masyarakat untuk menghormatinya sebagai produk hukum yang sah," ujar Piyu dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Senin (17/2/2025).

Menghormati Langkah Hukum Agnez Mo

Meskipun mendukung keputusan pengadilan, AKSI juga menghormati langkah Agnez Mo yang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung untuk mencari keadilan.

"Dan kami juga menghormati upaya kasasi yang dilakukan oleh Agnez Mo dan tim kuasa hukumnya karena sejak awal AKSI sudah menyuarakan dengan keras pendapat dan pandangan kami tentang Undang-Undang Hak Cipta yang sejalan dengan putusan ini," lanjut gitaris PADI Reborn tersebut.

Harapan untuk Ekosistem Musik yang Lebih Baik

Piyu berharap agar kasus ini menjadi momentum bagi para musisi dan masyarakat untuk bersama-sama membangun ekosistem musik yang lebih baik. Ia juga meminta pemerintah untuk turut serta dalam menciptakan tata kelola royalti yang lebih transparan dan adil.

"Kami meminta pemerintah untuk memberikan perhatian lebih terhadap pengelolaan royalti serta memberikan kepercayaan kepada kami dalam mengelola royalti performing rights di sektor konser langsung," tegas Piyu.

Sorotan terhadap Transparansi Lembaga Manajemen Kolektif

Piyu juga menyoroti kinerja Lembaga Manajemen Kolektif Negara (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang dinilai kurang transparan dalam pengumpulan dan distribusi royalti, khususnya dari performing rights.

Dalam Forum Group Discussion (FGD) Tata Kelola Royalti Musik di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2024), Piyu mengungkapkan bahwa ia hanya menerima royalti sebesar Rp 125.000 setelah dipotong pajak pada tahun 2024.

Angka tersebut jauh dari harapan para pencipta lagu yang menggantungkan penghidupan mereka pada hak royalti.

Sebelumnya, pada 2022, musisi asal Surabaya itu juga hanya menerima royalti sebesar Rp 349.284. Hal ini menunjukkan masih adanya permasalahan dalam sistem distribusi royalti yang harus dibenahi demi kesejahteraan musisi di Indonesia.