Terduga Hacker PDNS Minta Maaf dan Janji Beri Kunci Data Gratis

Terduga Hacker PDNS Minta Maaf dan Janji Beri Kunci Data Gratis
Terduga Hacker PDNS Minta Maaf dan Janji Beri Kunci Data Gratis

Lambeturah.co.id - Terduga pelaku peretasan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya, yang diduga merupakan kelompok ransomware Brain Chiper, mengaku akan memberikan pembuka (dekripsi) data yang terkunci akibat serangan ransomware tersebut secara cuma-cuma.

"Masyarakat Indonesia, kami meminta maaf atas fakta bahwa [serangan] ini berdampak ke semua orang," menurut keterangan akun pengguna forum gelap, brain chiper, dalam bahasa Inggris yang diunggah oleh akun perusahaan intelijen siber StealthMole, Selasa (2/7).

"Kami juga mohon terima kasih dan kepastian masyarakat bahwa kami telah mengambil keputusan tersebut secara sadar dan mandiri."

Akun 'gelap' yang menyertakan tagline "More important than money, only honor" ini juga mengaku akan membagikan kunci-kunci data yang diretas secara cuma-cuma. "Rabu ini kami akan memberi Anda kunci-kuncinya secara gratis," ungkap mereka.

Kelompok ini berharap peretasan PDNS tersebut mendorong pendanaan dan sumber daya manusia yang lebih layak di sektor teknologi informasi.

"Kami harap serangan kami membuat jelas soal betapa pentingnya buat mendanai industri ini dan merekrut pakar yang layak," kata mereka.

"Jika perwakilan pemerintah menganggap salah berterima kasih kepada peretas, Anda bisa melakukannya secara pribadi lewat kantor pos," imbuh keterangan tersebut.

Namun belum ada respons dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) terkait hal tersebut.

Sebelumnya, PDNS 2 lumpuh sejak 20 Juni akibat serangan ransomware, sebuah teknik peretasan dengan membobol sistem dan mengunci data-data yang ada di dalamnya. Akibat serangan ini, sebagian besar data di pusat data yang dihuni oleh 282 institusi pemerintah pusat dan daerah ini terkunci dan tak bisa dipulihkan sejauh ini.

Pemerintah menyebut pelaku meminta tebusan sebesar US$8 juta atau sekitar Rp131,8 miliar untuk membuka kunci data tersebut. Namun, Kominfo mengaku tak akan membayar tebusan itu.