Anita Wahid Ceritakan Pengalaman Keluarga Gus Dur Tiap Sore Dapat Teror, Untuk Berhenti Kritik Pemerintah

Anita Wahid Ceritakan Pengalaman Keluarga Gus Dur Tiap Sore Dapat Teror, Untuk Berhenti Kritik Pemerintah
Anita Wahid Ceritakan Pengalaman Keluarga Gus Dur Tiap Sore Dapat Teror, Untuk Berhenti Kritik Pemerintah

Lambeturah.co.id - Putri ketiga Gus Dur, Anita Hayatunnufus Rahman atau Anita Wahid, mengomentari teror yang dialami oleh jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana atau Cica. Teror itu diketahui adanya dua kiriman paket ke kantor Tempo yang berisi kepala babi serta enam bangkai tikus dengan kepala dipenggal. 

Ia mengaitkan kejadian ini dengan pengalaman masa kecilnya saat mengalami teror serupa pada era Orde Baru dimana ketika masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), keluarganya kerap mendapat ancaman. Kala itu, belum ada ponsel, jadi semua panggilan masuk melalui telepon rumah. 

Dalam videonya, Anita mengenang bagaimana dirinya hampir setiap sore sekitar pukul 16.00 WIB menerima telepon berisi ancaman. 

"Hampir setiap sore sekitar jam 4 sore ada telepon masuk ke rumah. Biasanya gue yang angkat karena gue ada di rumah. Kadang adik gue, Inaya Wahid, yang waktu itu masih SD, tapi paling sering gue, Heh, bilang sama bapak kamu, suruh dia berhenti bicara! Kalau enggak, kamu akan saya kirim kado yang bagus banget isinya, kepala bapak kamu," kata Anita.

"Besoknya lagi, sore kurang lebih jam yang sama akan ada telepon lagi yang kurang lebih begitu juga, kadang beda potongan tubuh mana yang disebut, Kalau di gue hanya sekadar audio, gue enggak tahu, enggak lihat. Sementara di Tempo, bentuknya jelas-ada kepala babi, sangat visual, ada di depan mata termasuk darah-darahnya, Intinya sama diminta berhenti bicara, berhenti mengkritik. Kalau tidak, akan ada konsekuensi besar yang harus ditanggung. Dan konsekuensi besarnya itu bisa saja nyawa mu," tambahnya.

Anita juga menyoroti jika dua kasus ini, target teror merupakan kelompok yang dianggap rentan yakni jurnalis perempuan dalam kasus Tempo dan anak-anak dalam kasus keluarganya. 

"Ini menarik untuk dipikirkan apa dan kenapa alasan di balik itu, Tapi tentu saja kalau kita dipaksa dan diteror untuk berhenti bicara kita enggak akan berhenti bicara bukan?Zaman sekarang teror juga nyata dan bentuknya bermacam-macam. Ada jurnalis yang rumahnya dibakar, ada yang diminta diem dengan UU ITE, serangan siber, pengerahan influencer, bot dan troll, label hoaks, serta berbagai bentuk intimidasi lainnya," ujarnya. 

Ia pun menegaskan jima semua upaya itu dilakukan untuk membuat masyarakat diam dan takut mengkritisi kebijakan yang ada.

"Jadi gue mau bilang, yang masih bilang kita enggak akan balik ke Orde Baru, kita enggak akan mengarah ke sana—really, really, really please deh!" Pungkasnya.