Artis Jebolan KDI Asal Lombok Jadi Tersangka Polda NTB Kasus Perdagangan Orang

Artis Jebolan KDI Asal Lombok Jadi Tersangka Polda NTB Kasus Perdagangan Orang
Artis Jebolan KDI Asal Lombok Jadi Tersangka Polda NTB Kasus Perdagangan Orang

Lambeturah.co.id - Artis yang pernah berpartisipasi dalam Kontes Dangdut Indonesia (KDI) 3 asal Lombok, Sahid alias AS, kini berurusan dengan hukum setelah dijadikan tersangka oleh Polda NTB dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Sahid diduga terlibat dalam upaya pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke luar negeri melalui jalur ilegal atau tidak sesuai prosedur yang berlaku. Bersama dengan dua rekannya berinisial MS dan HW, Sahid ditahan oleh pihak kepolisian.

Peran Sahid dalam kasus ini adalah menampung para calon migran yang akan diberangkatkan ke luar negeri dan sekaligus bertindak sebagai sponsor. Dia menawarkan kesempatan bekerja di Australia kepada mereka. Sementara itu, rekan-rekannya bertugas dalam proses perekrutan.

“AS ini adalah salah satu finalis atau jebolan finalis salah satu ajang pencari musik berbakat. Dalam kasus ini dia berperan sebagai sponsor pekerja migran,” ujar Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, Rabu (8/5/2024).

Sebanyak 11 orang pekerja diduga berangkat dengan prosedur yang tidak benar, dan dua di antaranya masih berada di Singapura. Para korban telah memberikan sejumlah uang kepada Sahid, namun saat hendak berangkat, mereka dihalangi oleh pihak Imigrasi, baik di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta maupun Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali.

Total uang yang dikumpulkan dari para korban mencapai Rp260 juta.

“Perekrutan berlangsung sekitar Desember 2023,” jelasnya.

Sahid membantah tuduhan yang dialamatkan kepadanya oleh korban dan pihak kepolisian. Dia mengklaim bahwa korban meminta untuk diterbangkan ke Australia, dan keluarganya yang akan menjemput mereka, sehingga menurutnya dia tidak melakukan kesalahan.

"Mereka meminta diterbangkan ke Australia, nanti saudaranya yang akan menjemput, jadi saya tidak salah," ujarnya.

Salah seorang korban menyatakan bahwa awalnya mereka dijanjikan untuk bekerja di Hong Kong, namun tujuan mereka berubah menjadi Malaysia, kemudian Australia.