Motif Penganiayaan Santri Ponpes Al Hanifiyah Kediri, Pengacara: Pelaku Jengkel

Motif Penganiayaan Santri Ponpes Al Hanifiyah Kediri, Pengacara: Pelaku Jengkel
Motif Penganiayaan Santri Ponpes Al Hanifiyah Kediri, Pengacara: Pelaku Jengkel

Lambeturah.co.id - Terungkaplah motif di balik penganiayaan yang menyebabkan Bintang Balqis Maulana (14), seorang santri asal Banyuwangi, tewas di Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al Hanifiyah Kediri.

Pengungkapan ini berasal dari pengakuan empat senior yang kini menjadi tersangka.

Dalam perkara ini, polisi telah menetapkan 4 kakak kelas korban sebagai tersangka. Mereka adalah MN (18) dari Sidorjo, MA (18) dari Nganjuk, AF (16) dari Denpasar, dan AK (17) dari Surabaya.

Para pelaku mengakui kepada kuasa hukum mereka bahwa mereka memukul Bintang karena merasa jengkel.

Mereka merasa frustasi karena Bintang sulit diajak komunikasi, terutama dalam hal ketaatan beragama, terutama soal kewajiban salat berjemaah.

Rini Puspitasari, kuasa hukum keempat pelaku, menjelaskan bahwa mereka merasa frustasi karena Bintang sulit diajak komunikasi, terutama dalam hal ketaatan beragama.

Para pelaku dan korban tinggal dalam satu kamar di pondok pesantren yang diasuh oleh Gus Fatihunnada alias Gus Fatih.

Awalnya, pelaku mengetahui bahwa Bintang tidak melaksanakan ibadah wajib salat lima waktu. Mereka mencoba menasihatinya, namun tidak mendapatkan respons yang baik.

"Ini berdasarkan keterangan anak-anak mengakui memukul dan tidak niat biar Bintang sampai gimana. Itu benar-benar emosi sesaat, karena Bintang diomongi tidak manut," kata Rini Puspitasari membela para pelaku, Rabu (28/2/2024).

Rini juga menambahkan bahwa korban baru saja sembuh dari sakitnya. Sehingga, ia tidak bersekolah dan hanya berada di kamar saja.

"Bintang itu baru sembuh dari sakit. Kemudian beberapa hari tidak sekolah dan tidak salat jemaah. Mereka ini kan satu kamar. Awalnya itu yang dapat info itu AK dan AF sepupunya. Kemudian menegur si Bintang. Ditanyai, kamu kenapa tidak salat? Bintang jawabnya itu tidak nyambung. Kejadian ini pada Rabu (21/2)," imbuh Rini.

Kemudian pada Kamis (22/2), para pelaku mendapatkan informasi bahwa Bintang kembali tidak ikut salat berjemaah. Para pelaku memerintahkan Bintang untuk salat, namun Bintang memilih untuk mandi terlebih dahulu.

Situasi semakin memanas saat Bintang keluar dari kamar mandi dalam keadaan telanjang. Para pelaku menganggapnya sebagai provokasi.

"Keluar dari kamar mandi Bintang itu telanjang. Kemudian oleh salah satu pelaku dirangkul dan dibawa ke kamar. Kemudian diomongi lagi dan Bintang jawabannya tidak nyambung. Iya-iya gitu tok, tapi tidak dilaksanakan. Terus sempat melotot, akhirnya dipukul lagi," ucap Rini.

Pada malam Kamis (22/2), para pelaku mengobati luka-luka korban akibat pemukulan. Mereka juga sempat berniat membawa korban ke rumah sakit, tetapi rencana itu batal.

"Pada Jumat (22/2) jam 03.00 WIB si AF (sepupu korban) dibangunin. Diomongin, kok bintang tambah pucat. Lalu dibawa ke rumah sakit. Terus di rumah sakit ternyata kan meninggal," ungkapnya.

Setelah mengetahui bahwa Bintang meninggal dunia di Rumah Sakit Arga Husada Ngadiluwih, Kabupaten Kediri, AF kembali ke pondok. Dia melapor kepada pengasuh PPTQ Al-Hanifiyyah Desa Kranding, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Gus Fatih.

"Kemudian, jenazahnya dibawa ke pondok, lalu dimandikan dan dikafani dibawa ke Banyuwangi hari Jumat setelah salat Jumatan. Hingga akhirnya seperti ini," jelas Rini.

Sebagai penasihat hukum yang terbiasa menangani kasus anak, Rini menjelaskan bahwa ketika di Banyuwangi, AF mengaku kepada ibu korban bahwa dia telah memukuli sepupunya tersebut.

Rini berjanji akan mendampingi para pelaku sebaik mungkin agar hak-hak mereka sebagai anak yang bermasalah dengan hukum bisa terpenuhi. Salah satunya adalah mendampingi mereka sejak proses penyidikan di Polres Kediri Kota.

Kapolres Kediri Kota, AKBP Bramastyo Priaji, juga sempat mengungkapkan motif penganiayaan Bintang. Dia menyatakan bahwa penganiayaan terjadi karena adanya kesalahpahaman.

"Motif diduga karena kesalahpahaman antara anak-anak pelajar. Jadi antara mereka mungkin ada salah paham kemudian terjadi penganiayaan yang dilakukan berulang-ulang," ungkap Bramastyo Priaji kepada wartawan, Senin (26/2/2024).

Meskipun telah melakukan olah tempat kejadian perkara hingga menetapkan 4 tersangka, Bramastyo tidak menjelaskan kesalahpahaman seperti apa yang menyebabkan korban dianiaya. Pihak kepolisian akan tetap berkoordinasi dengan pihak rumah sakit di Banyuwangi untuk mengetahui bagaimana para tersangka menganiaya korban.

Sebelumnya, Bintang Balqis Maulana, seorang santri asal Banyuwangi, meninggal setelah dianiaya di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri. Korban meninggal pada Jumat (23/2) siang.

Kasus ini menjadi sorotan setelah video kemarahan keluarga korban kepada pria yang mengantarkan jenazah Bintang viral. Video tersebut menunjukkan darah masih menetes dari kain kafan korban. Video tersebut beredar luas di media sosial dan grup WhatsApp.

Sebelum meninggal, Bintang juga mengirim pesan kepada keluarganya di Afdeling Kampunganyar, Dusun Kendenglembu, Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi melalui WhatsApp (WA). Pesan itu berisi permintaannya untuk dipulangkan dari pondok yang berada di Kecamatan Mojo, Kota Kediri. Bintang mengaku sudah tidak kuat berada di sana.

Dalam pesannya kepada keluarga, Bintang mengaku merasa takut. Namun, dia tidak menjelaskan apa yang membuatnya merasa takut.

"Cpet sini. Aku takut maaa. Maaa tolonggh. Sini cpettt jemput," ujar Bintang dalam pesan WhatsApp.

Keluarga tidak menyangka bahwa itu adalah pesan terakhir dari Bintang. Pada Sabtu (24/2), Bintang pulang. Namun, ia pulang dalam keadaan kaku dan tidak bernyawa. Kepulangan Bintang meninggalkan duka mendalam bagi keluarganya.