Aksi Demonstrasi Tolak RUU Kesehatan, Kemenkes Minta Para Nakes Tetap Layani Masyarakat

Sejumlah organisasi profesi kesehatan tetap meminta pemerintah untuk menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan.

Aksi Demonstrasi Tolak RUU Kesehatan, Kemenkes Minta Para Nakes Tetap Layani Masyarakat
Aksi Demonstrasi Tolak RUU Kesehatan, Kemenkes Minta Para Nakes Tetap Layani Masyarakat

Lambeturah.co.id - RUU Kesehatan (Omnibus Law) dianggap sangat merugikan masyarakat. Hal itu bisa dilihat dari sebagian besar masyarakat di Indonesia terutama masyarakat yang terikat oleh profesi kesehatan yang sangat menolak keras akan RUU Kesehatan (Omnibus Law).

Sejumlah organisasi profesi kesehatan tetap meminta pemerintah untuk menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan. Proses pembahasan itu dinilai terlalu terburu-buru serta belum mampu mengakomodasi masukan dari organisasi profesi.

"Pertama adalah proses terbitnya sebuah regulasi dalam hal ini undang-undang. Harus mengikuti prosedur yaitu terbuka transparan kepada masyarakat," ucap Mahesa, dikutip pada Senin (7/5/2023).

Sementara terkait pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan sejumlah organisasi profesi kedokteran menilai proses yang dilakukan melalui program legislasi nasional (Prolegnas) terkesan sembunyi-sembunyi, tertutup dan terburu-buru.

Aksi yang dilakukan ini diberi nama AKSI NASIONAL TOLAK RUU KESEHATAN (OMNIBUS LAW) Aliansi Selamatkan Kesehatan Bangsa (ASET BANGSA) ini dilakukan oleh masyarakat. Sebenarnya sudah lama dilakukan namun Pembahasan RUU itu yang berjalan selama ini dinilai belum mampu mengakomodasi masukan dari organisasi profesi.

Sehubungan dengan adanya himbauan aksi damai soal penolakan pembahasan RUU Kesehatan dari lima organisasi profesi, Kementerian Kesehatan meminta agar para dokter, dokter gigi, perawat, bidan dan apoteker tidak meninggalkan pelayanan mereka kepada masyarakat.

Adapun lima Organisasi profesi dimaksud yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril menyampaikan pendapatnya, namun jangan sampai partisipasi mereka dalam demonstrasi di hari Senin, 8 Mei serta rencana pemogokan massal untuk melayani pasien di beberapa hari ke depan mengorbankan kepentingan masyarakat yang lebih luas.

“Layanan pasien harus diprioritaskan. Marilah teman sejawat mengingat sumpah kita: Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan peri kemanusiaan, dan Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien,” ujar dr. Syahril.

dr. Syahril juga mengatakan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil serta ketentuan lain yang berlaku pada masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan, Kemenkes meminta agar para dokter dan tenaga kesehatan yang bertugas di Rumah Sakit dan unit layanan Kemenkes untuk tidak meninggalkan tugas memberikan pelayanan pada jam kerja tanpa adanya alasan yang sah dan izin dari pimpinan satuan kerja.

Tujuan aksi yang dilakukan diantaranya ialah penolakan pembahasan RUU Kesehatan (omnibus law) yang mengancam hak demonstrasi, hak sehat rakyat, hak kesejahteraan dan perlindungan profesi kesehatan; bentuk protes kepada sikap pemerintah dan DPR yang memaksakan pembahasan RUU Kesehatan (omnibus law) yang kental kepentingan kapitalis di sektor kesehatan, mengorbankan hak rakyat, dan mengorbankan hak profesi kesehatan; bentuk protes kepada sikap pemerintah yang membungkam suara-suara kritis terhadap kebijakan dan memberhentikan salah satu Guru Besar (Prof Dr.Zaenal Muttaqin, Sp.BS(K)) melalui Direktur RSUP Kariadi Semarang; serta menyadarkan semua pihak bahwa masa depan kesehatan jangan dipolitisir dan diserahkan kepada pengelolaan asing.

​​Salah satu tuntutan dari para pendemo adalah RUU Kesehatan seolah-olah berpotensi memicu kriminalisasi kepada dokter dan tenaga kesehatan. Menurut dr. Syahril, hal ini sangat tidak beralasan.

“Janganlah kita memprovokasi seolah-olah ada potensi kriminalisasi. Itu tidak benar. Justru RUU Kesehatan ini menambah perlindungan baru, termasuk dari dari upaya-upaya kriminalisasi. Kita niatnya melindungi, kok malah didemo,” kata dr. Syahril.

“Pasal-pasal perlindungan hukum ditujukan agar jika ada sengketa hukum, para tenaga kesehatan tidak langsung berurusan dengan aparat penegak hukum sebelum adanya penyelesaian diluar pengadilan, termasuk melalui sidang etik dan disiplin,” tambahnya.

Menurut Syahril, ada beberapa pasal baru perlindungan hukum yang diusulkan pemerintah, seperti pelindungan hukum bagi peserta didik, hak menghentikan pelayanan jika mendapatkan tindak kekerasan, dan pelindungan hukum pada kondisi tertentu seperti wabah.