Buntut Kasus Istri Marahi Suami Dituntut 1 Tahun Pejabat Kejati Jabar Dicopot

Buntut Kasus Istri Marahi Suami Dituntut 1 Tahun Pejabat Kejati Jabar Dicopot
LambeTurah.co.id - Buntut dari tuntutan satu tahun terhadap terdakwa Valencya alias Nengsy Lim, karena mengomeli suaminya yang mabuk-mabukan. Kejaksaan Agung (Kejagung) RI akhirnya memutuskan untuk menarik Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat.

Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak Kapuspenkum Kejaksaan, memaparkan, mengenai penarikan terhadap Aspidum Kejati Jabar agar pemeriksaan fungsional oleh Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan (JAM Was) atas perkara kekerasan dalam rumah tangga terhadap Valencya menjadi lebih mudah.

"Khusus terhadap Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, untuk sementara ditarik ke Kejaksaan Agung guna memudahkan pemeriksaan fungsional oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan," ujar Leonard.

Dalam Proses Cerai, Jonathan Frizzy Masih Satu Rumah Dengan Dhena Devanka



Hal lain terkait penarikan terhadap Aspidum Kejati Jabar, Leonard juga menyampaikan bahwa Kejagung bakal memeriksa para jaksa yang menangani perkara tersebut. "Para Jaksa yang menangani perkara ini akan dilakukan pemeriksaan fungsional oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan," ujarnya.

Leonard juga menyampaikan, Kejagung akan melakukan Eksaminasi Khusus atau pengujian terhadap tuntutan yang dijatuhkan terhadap jaksa kepada Valencya, agar dapat ditinjau kembali. "Penanganan perkara Terdakwa Valency alias Nengsy Lim dan Terdakwa Chan Yu Ching akan dikendalikan langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum karena telah menarik perhatian masyarakat dan Pimpinan Kejaksaan Agung," paparnya.

Kepetusan tersebut, adalah merupakan intruksi langsung dari Jaksa Agung ST Burhanuddin yang memerintahkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana untuk melakukan eksaminasi khusus terkait penanganan perkara KDRT terdakwa Valencya alias Nengsy Lim di Kejaksaan Negeri Karawang.

Dengan melakukan pemeriksaan terhadap sembilan orang jaksa, baik dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejaksaan Negeri Karawang, serta Jaksa Penuntut Umum (P-16 A) bertujuan untuk melakukan eksaminasi khusus.

"Bapak Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum bergerak cepat sebagai bentuk program quick wins dengan mengeluarkan Surat Perintah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum untuk melakukan eksaminasi khusus terhadap penanganan perkara atas nama terdakwa Valencya Alias Nengsy Lim," papar Leonard.

Dari eksaminasi tersebut, didapat juga beberapa temuan. Pertama, dari tahap prapenuntutan sampai tahap penuntutan, Kejaksaan Negeri Karawang ataupun Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dinilai tidak memiliki sense of crisis, yaitu bahwa kepekaan dalam menangani perkara. Kedua, mereka tidak juga memahami Pedoman Nomor 3 Tahun 2019 mengenai Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum.

"Pada ketentuan Bab II pada Angka 1 butir 6 dan butir 7, pengendalian tuntutan pidana perkara tindak pidana umum dengan prinsip kesetaraan yang ditangani di Kejaksaan Agung atau Kejaksaan Tinggi dilaksanakan oleh kepala kejaksaan negeri atau kepala cabang kejaksaan negeri sebagaimana dimaksud pada butir (1) dengan tetap memperhatikan ketentuan pada butir (2), (3), dan butir (4),” paparnya.

Ketiga, jaksa penuntut umum di Kejaksaan Negeri Karawang sudah melakukan penundaan pembacaan tuntutan pidana yaitu sebanyak empat kali dengan alasan rencana tuntutan belum turun dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.

Faktanya rencana tuntutan baru diajukan dari Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karawang ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada hari Rabu (28/10) yang diterima di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada hari Kamis (29/10), dan kemudian disetujui berdasarkan tuntutan pidana dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dengan nota telepon, Rabu (3/11). Namun, pembacaan tuntutan pidana oleh jaksa penuntut umum baru dilakukan pada hari Kamis (11/11).

Dan Keempat, tidak memedomani Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Perkara Pidana," jelas Leonard.

Selain dari itu juga, dari Kejaksaan Negeri Karawang maupun Kejaksaan Tinggi Jawa Barat juga tidak memedomani ‘Tujuh Perintah Harian Jaksa Agung’ sebagai norma atau kaidah dalam pelaksanaan tugas penanganan perkara. "Hal ini dapat diartikan tidak melaksanakan perintah pimpinan," imbuh Leonard.

Sebelumnya, tuntutan dari JPU terhadap Valency sedang menjadi perhatian. Karena memarahi suami yang ketahuan mabuk-mabukan, yang akhirnya Valency harus duduk di kursi persidangan sampai dituntut jaksa selama satu tahun penjara.

Disebutkan juga bahwa terdakwa V dianggap terbukti melanggar Pasal 45 ayat (1) junto Pasal 5 huruf Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, yang menyebabkan kondisi phisikis suaminya terganggu karena sering dimarahi dengan kata-kata kasar setiap kali pulang dalam keadaan mabuk.