Kisah di Balik Video Pertunangan Bocah 7 Tahun di Madura, Ternyata Nazar di Tanah Suci 8 Tahun Lalu

Kisah di Balik Video Pertunangan Bocah 7 Tahun di Madura, Ternyata Nazar di Tanah Suci 8 Tahun Lalu
Kisah di Balik Video Pertunangan Bocah 7 Tahun di Madura, Ternyata Nazar di Tanah Suci 8 Tahun Lalu

Lambeturah.co.id - Video yang menampilkan upacara pertunangan seorang anak di Sampang, Madura, Jawa Timur, menjadi viral di media sosial.

Dalam rekaman tersebut, seorang gadis kecil yang berdandan memakai riasan menyambut sejumlah tamu undangan yang hadir. Kejadian itu terjadi di Desa Dharma Camplong, Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang, Jawa Timur.

Namun, ada kisah menarik di balik pertunangan tersebut. Awalnya, pasangan suami istri, Zahri (45) dan Zainab (35) bertemu dengan kerabat mereka di Mekah delapan tahun yang lalu, yaitu Moh Zahri dan Zulaiha.

Saat itu, Zainab dan Zahri bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi sebagai pelayan jemaah haji.

Ketika bertemu, Zainab dan Zulaiha sama-sama sedang hamil tua.

"Di Baitullah, kami bernazar bahwa anak saya akan dijodohkan dengan anak famili saya yang bertemu di Mekkah 8 tahun yang lalu," ujar Zahri saat diwawancarai di rumahnya, pada hari Senin (22/4/2024).

Zainab kemudian pulang ke Indonesia untuk melahirkan bayi perempuan mereka. Setelah itu, dia kembali ke Arab Saudi dan sang anak diasuh oleh adik kandung Zainab, Nikmah (31).

"Sejak lahir itu, anak saya sudah dianggap menantu oleh calon besan saya karena anak saya perempuan, sedangkan anak calon besan saya laki-laki," kata Zahri.

Sejak saat itu, keluarga calon mertua mereka sering mengirimkan pakaian kepada anak perempuan Zahri, terutama menjelang Lebaran.

"Semua pemberian dari besan diberikan kepada anak saya yang sehari-hari diasuh adik ipar saya. Sedangkan saya dan istri melanjutkan pekerjaan di Mekkah," terang Zahri.

Seiring berjalannya waktu, keluarga calon mertua ingin mengresmikan pertunangan anak mereka. Namun, keluarga Zahri menolak rencana tersebut karena alasan kedua anak masih terlalu kecil. Selain itu, pertunangan anak dianggap tidak lazim oleh ayah angkat anak mereka.

"Awalnya ada pertentangan. Namun, karena pihak calon besan mendesak dan jika tidak disetujui, hubungan kekerabatan akan rusak, maka permintaan keluarga besan dipenuhi dan pertunangan diresmikan," ungkap Zahri.

Nikmah, ibu angkat anak perempuan itu, juga sempat menolak.

"Saya punya hak selaku yang mengasuh sejak usia 4 tahun sampai usia 7 tahun, untuk ikut menyetujui dan menolak."

"Saya menyetujui asalkan pertunangan jangan di rumah saya," ujar Nikmah saat ditemui di rumahnya di Desa Baddurih, Kecamatan Pademawu, Pamekasan.

Zahri menceritakan bahwa acara pertunangan berlangsung pada hari Kamis (18/4/2024). Awalnya, pihak calon mertua hanya menjanjikan kehadiran 20 orang, namun tamu yang datang ternyata mencapai 70 orang.

Zahri mengaku melayani tamu dengan sepenuh hati. Dia juga mengaku meneteskan air mata saat anaknya disuruh bersalaman dengan semua keluarga calon mertuanya. Tanpa rasa takut dan malu, anaknya melakukannya dengan sukacita. Momen tersebut direkam dan menjadi viral di berbagai media sosial.

"Saat bersalaman itu, saya melihat kok anak saya seperti orang dewasa tanpa ada rasa takut dan malu. Saya melihatnya sambil menangis haru," kata Zahri.

Mengenai masa depan kedua anak tersebut, Zahri mempercayakannya kepada Allah. Dia dan istrinya menegaskan bahwa pernikahan anak mereka dapat dilakukan setelah mereka dewasa dan menyelesaikan kuliah.

"Anak saya cita-citanya ingin jadi dokter. Kalau sudah lulus kuliah, baru perkawinan bisa dilaksanakan," tegasnya.

Zahri mengakui bahwa kerabatnya sering menelepon dari luar Madura, seperti Kalimantan, Makassar, dan Sumatera. Bahkan ada yang menelepon dari Arab Saudi. Mereka bertanya-tanya tentang video viral anaknya yang masih berusia 7 tahun yang sudah dipertunangkan dengan anak sebayanya di kampung mereka yang berusia 8 tahun.

"Saya tidak tahu videonya sudah viral. Ternyata gara-gara Tiktok. Saya banyak ditanyakan soal kebenarannya," kata Zahri.

Selain bertanya, beberapa kerabat Zahri juga marah. Mereka marah karena membaca komentar negatif di media sosial.

"Komentar di media sosial itu beragam, tapi banyak yang menghujat seakan-akan tindakan saya salah. Bahkan ada yang berkomentar anak saya dinikahkan," imbuh Zahri.

Dengan sabar, Zahri menjelaskan situasinya kepada kerabatnya. Setelah dijelaskan, mereka memahami.

"Pengaruh media yang tidak wawancara dengan saya kemudian asal ikuti menggiring persepsi masyarakat pada kesalahan," ungkap dia.

Tradisi Abekalan

Profesor Sosiologi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Trunojoyo Madura, Khoirul Rosyadi, mengungkapkan bahwa pertunangan untuk anak-anak di Madura adalah bagian dari tradisi.

Tradisi ini dikenal sebagai Abekalan dan dilakukan secara kekeluargaan untuk menjaga hubungan keluarga di masa depan. Beberapa faktor mempengaruhi terjadinya tradisi pertunangan ini. Salah satunya adalah keyakinan masyarakat setempat bahwa pernikahan adalah hal penting.

"Selain itu ada juga faktor sosial dan ekonomi yang memengaruhi keberlangsungan tradisi pertunangan dini di Madura," kata Rosyadi,

Rosyadi menjelaskan bahwa pertunangan ini tidak disahkan dalam hukum negara, meskipun dilakukan dengan persetujuan keluarga.

"Kalau anak-anak yang dijodohkan dan ternyata sudah dewasa dan tidak berkenan ya tidak apa-apa," kata dia.

Menurutnya, seiring waktu dan meningkatnya kesadaran akan pendidikan, tradisi ini telah berkurang.

"Penting untuk dicatat bahwa dalam berberapa kasus pertunangan di usia dini juga dapat berisiko merugikan anak-anak," katanya.

Kasus pertunangan anak berusia 10 tahun di Sampang, Madura, juga pernah menjadi perhatian pada November 2023.

Menurut Tokoh Masyarakat Kecamatan Robatal Abdul Wahid, tempat tinggal anak tersebut, masih ada warga yang menjodohkan anak mereka, yang biasanya dilakukan dengan keinginan orangtua dan melibatkan hubungan keluarga.

"Pertunangan pada usia anak itu biasanya kehendak kedua orangtuanya yang tujuannya untuk mempererat kekerabatan. Karena hanya pertunangan, tidak ada larangan dalam agama ataupun undang-undang. Yang dilarang itu kalau menikah berdasarkan undang-undang perkawinan," ungkapnya.

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Maria Ernawati, menyatakan telah mengunjungi keluarga anak tersebut.

Dia menjelaskan bahwa kegiatan yang terekam dalam video tersebut adalah pertunangan, bukan pernikahan.

"Pihak keluarga menyampaikan, acara tersebut hanya sebatas pemikat saja namun pernikahannya akan dilaksanakan setelah anak ini lulus kuliah," kata Maria Ernawati.

Maria Ernawati berharap Pemerintah Kabupaten Sampang dapat memberikan sosialisasi tentang bahaya pernikahan dini, sehingga budaya pertunangan untuk mengikat hubungan keluarga dapat dicegah.