MK Imbau Instansi Aktif Mendata Guru Honorer untuk Diangkat Jadi ASN

MK Imbau Instansi Aktif Mendata Guru Honorer untuk Diangkat Jadi ASN
MK Imbau Instansi Aktif Mendata Guru Honorer untuk Diangkat Jadi ASN

Lambeturah.co.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menekankan pentingnya lembaga atau unit kerja tempat guru honorer bernaung untuk proaktif dalam mendata para guru honorer.

Para guru ini harus terdaftar dalam database yang meliputi BKN, DAPODIK, dan NUPTK, serta mengusulkan kebutuhan formasi dan kualifikasi yang dibutuhkan.

"Sehingga, terbuka kesempatan bagi guru honorer tersebut untuk meningkatkan statusnya menjadi ASN atau PPPK," ata hakim konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh dalam pembacaan Putusan MK Nomor 119/PUU-XXII/2024 pada Rabu (16/10/2024).

Keputusan ini berkaitan dengan aturan Menteri PAN-RB Nomor 348 Tahun 2024 yang mengatur rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru di instansi daerah. Sejumlah syarat wajib dipenuhi, di antaranya:

  1. Guru honorer harus terdaftar dalam pangkalan data non-ASN di BKN dan aktif mengajar di instansi pemerintah.
  2. Guru honorer di sekolah negeri harus terdaftar di Data Pokok Pendidik (Dapodik) Kemendikbudristek dan telah mengajar minimal dua tahun atau empat semester berturut-turut di instansi tersebut.
  3. Guru harus memiliki kualifikasi pendidikan minimal sarjana atau diploma empat (D-4) dan/atau memiliki sertifikat pendidik.

Daniel menegaskan bahwa meski seorang guru honorer telah lama mengajar, mereka harus terlebih dahulu terdata secara administrasi di semua tingkatan atau lembaga sesuai dengan kewenangan yang berlaku.

"Sekalipun guru honorer tersebut telah mengajar bertahun-tahun di satuan sekolah, guru honorer secara administrasi harus terdata terlebih dahulu di masing-masing tingkatan ataupun lintas kelembagaan disesuaikan dengan kewenangan masing-masing," kata Daniel mengingatkan.

"Sementara itu, berkenaan dengan pegawai honorer yang tidak masuk ke dalam database tetapi secara faktual telah memenuhi persyaratan waktu mengabdi harus dilindungi haknya dan tetap diproses untuk menjadi PPPK sesuai dengan tenggang," imbuhnya.

Selain itu, MK juga menggarisbawahi bahwa hak-hak guru honorer yang tidak terdata namun telah memenuhi syarat pengabdian tetap harus dilindungi dan mereka harus diproses menjadi PPPK.

"Mahkamah menilai, perspektif yang harus dibangun adalah memprioritaskan guru honorer untuk menjadi PPPK," katanya.

"Namun, guru honorer untuk menjadi PPPK harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," tambahnya.

Gugatan ini diajukan oleh Dhisky, seorang guru honorer dari sekolah swasta di Jakarta, yang menantang Pasal 66 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).

Ia meminta agar kebijakan penghapusan tenaga kerja honorer per Januari 2025 ditunda hingga semua tenaga honorer diangkat menjadi ASN, baik PPPK maupun PNS.

MK memahami dampak dari Pasal 66 UU ASN, seperti potensi kehilangan pekerjaan bagi guru honorer dan kesempatan untuk mengembangkan karier. MK berharap penataan guru honorer dilakukan secara transparan, adil, dan akuntabel, agar tidak mengganggu proses pendidikan di sekolah.

"Terlebih, jika dikaitkan dengan kasus konkret yang dialami oleh Pemohon, kebijakan cleansing guru honorer, tentu akan menyebabkan kekurangan guru di satuan sekolah sehingga menganggu proses belajar mengajar yang pada akhirnya murid/siswa di sekolah menjadi korban dari kebijakan tersebut," kata Daniel.

Namun, MK menolak seluruh gugatan yang diajukan Dhisky. Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa rekrutmen ASN harus berlandaskan profesionalisme dan terbuka untuk semua pelamar, termasuk tenaga honorer yang memenuhi kualifikasi.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Suhartoyo.

Hakim konstitusi Guntur Hamzah menjelaskan bahwa UU ASN tetap mengakomodasi hak-hak tenaga honorer, sehingga tidak ada pelanggaran hak konstitusional seperti yang dikhawatirkan pemohon.

"Karena faktanya UU a quo yang terkait dengan hak pegawai honorer tetap ada dan tetap mengakomodir hak para tenaga honorer. Dengan demikian, telah jelas berkaitan dengan kerugian konstitusional yang dipersoalkan oleh pemohon, telah terjawab dengan pendirian Mahkamah dimaksud," jelas dia.