Elon Musk Kembali Pecat Karyawan Twitter, 188 Staf Dari Kantor di India

sebanyak 70 persen pemutusan hubungan kerja di India berasal dari tim produk dan teknik.

Elon Musk Kembali Pecat Karyawan Twitter, 188 Staf Dari Kantor di India
Elon Musk Kembali Pecat Karyawan Twitter, 188 Staf Dari Kantor di India

Lambeturah.co.id - Bos Twitter, Elon Musk kembali melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawan Twitter. Usai melakukan pemecatan sebanyak 3700 orang di kantor pusat, kini Elon mengurangi 90 persen stafnya di India.

Dikutip dari Bloomberg, sebanyak 70 persen pemutusan hubungan kerja di India berasal dari tim produk dan teknik.

“Sekitar 70 persen dari pemutusan hubungan kerja di India berasal dari tim produk dan teknik yang bekerja dengan mandat global,Sisanya berasal dari tim pemasaran, kebijakan publik dan komunikasi perusahaan, kata orang-orang,” ucap salah satu sumber kepercayaan Bloomberg.

Imbas dari pemecatan tersebut jumlah staf Twitter yang ada di India saat ini hanya tersisa 12 pekerja dari sebelumnya berjumlah 200 karyawan.

Hingga kini, Elon Musk tak memberikan penjelasan terkait pemangkasan massal di kantor cabang India. Namun menurut informasi yang beredar pemecatan tersebut dilakukan karena adanya masalah sensitivitas.

India menjadi salah satu negara dengan  percakapan politik paling panas di Twitter. Pasalnya, pihak-pihak yang bersaing di India secara terus menerus melontarkan tuduhan dan saling menuduh menyebarkan informasi yang salah (hoaks).

Masalah ini kian diperparah dengan adanya pengetatan peraturan konten yang diberlakukan pemerintah India hingga mengekang sejumlah perusahaan teknologi untuk berkembang  termasuk Twitter.

Sejumlah alasan tersebut yang kemudian mendorong Musk untuk melakukan regenerasi anggota serta memoderasi kebijakan baru pada perusahaan yang berlokasi di New Delhi. Dengan tujuan untuk menciptakan berbagai  fitur anyar yang dapat menunjang laba perusahaan.

Terlebih sejak  2010 hingga 2021 pendapatan Twitter hanya mencatatkan pendapatan 25 miliar dolar AS, jumlah tersebut menyusut drastis lantaran perusahaan mengalami pembengkakan biaya hingga 7,8 miliar dolar AS untuk penelitian dan pengembangan.