Harga Cabai di Bogor Melonjak, Pedagang dan Ibu Rumah Tangga Semakin Sulit
![Harga Cabai di Bogor Melonjak, Pedagang dan Ibu Rumah Tangga Semakin Sulit](https://lambeturah.co.id/uploads/images/2023/11/image_750x_654e171449e4a.jpg)
Lambeturah.co.id - Harga komoditas pangan utama di pasar tradisional Bogor, Jawa Barat, terus meningkat dan menjadi semakin mahal. Seperti harga cabai dan bawang mengalami kenaikan yang signifikan, mencapai beberapa kali lipat dari harga normal.
Pasar Anyar di Kota Bogor saat ini menyaksikan harga cabai merah rawit dan keriting melonjak hingga mencapai Rp 100.000 per kilogram. Harga cabai dapat turun tergantung pada kondisi atau kualitasnya, namun tetap tinggi, yaitu sekitar Rp 90.000 per kilogram.
Seorang pedagang sayuran di Pasar Anyar, mengungkapkan bahwa kenaikan harga bahan pangan ini terjadi sejak dua pekan lalu.
"Jakarta sama Bogor sama pasarannya, di sini bahan pokok hampir naik semua dari dua minggu lalu, tomat yang biasanya Rp 6.000 sekarang Rp 12.000. Naik 30 persen. Yang harganya Rp 100.000 itu cabai jablay, harga normal mah kentang aja," katanya.
Awalnya, harga cabai hanya Rp 40.000 per kilogram, namun terus naik hingga mencapai Rp 90.000 sampai Rp 100.000 per kilogram.
Secara umum, harga rata-rata cabai rawit cenderung melonjak. Kenaikan harga ini membuat pedagang dan konsumen, yang kebanyakan adalah ibu rumah tangga, merasa hidup semakin sulit.
Daya beli masyarakat menurun, menyebabkan penurunan omzet. Ibu-ibu rumah tangga kini mengurangi jumlah pembelian mereka; jika biasanya mereka membeli 1 kilogram, sekarang hanya 0,25 kilogram.
Tidak sedikit juga ibu-ibu rumah tangga yang marah-marah karena merasa harga semakin mahal. Kenaikan ini berdampak besar terhadap penjualan cabai, dengan pelanggan terpaksa mengurangi pembelian mereka hingga separuhnya.
Menurut pedagang, harga cabai merah terus melonjak karena minimnya pasokan dari sentra penghasil cabai di Jawa, terutama karena gagal panen akibat kemarau panjang.
"Cabai cepet busuk, jadinya ya kita kadang turunin (harga) saja kalau udah gak laku, akhirnya keuntungan juga sedikit. Soalnya cabai cuman bertahan 4 hari. Nah, kalau udah lewat ya terpaksa kita buangin. Makanya mau gak mau kan diturunin aja," ujar pedagang yang sudah berjualan sejak tahun 98.
"Anak 2. Sudah dewasa semua. Ya cukup gak cukuplah ini kita cukupin aja yang penting anak bisa sekolah," imbuhnya sambil berharap harga kembali stabil.
Menurut Dani, harga cabai merah terus melonjak karena minimnya pasokan dari sentra penghasil cabai di Jawa, terutama karena gagal panen akibat kemarau panjang.
"Kabarnya sih karena pasokan di Jawa kurang, kan pada gagal panen karena musim kemarau. Panen gagal, jadi pasokan kurang. Apalagi ini baru hujan," ungkapnya.
Selain cabai, harga bawang merah, tomat, dan wortel juga ikut naik, meskipun tidak seberapa tinggi.
"Bawang 36. Cabai 90, ada yang 100 juga. Jadi harga di sini tuh beda-beda, yang membedakan kualitasnya," ucap Ade penjual sayur lain di Pasar Anyar.
Seorang pembeli, mengungkapkan bahwa dia hanya mampu membeli cabai seharga Rp 5.000 atau setara satu ons, padahal biasanya dia membeli 1 kilogram cabai dan bawang merah setiap sepekan sekali.
"(Tantangannya) ya itu menghadapi emak-emak yang susah, kalau pas harga naik gitu, mereka gak mau ngerti, emak-emak protes ke kita. Terus mereka belinya jadi sedikit. Dikurang-kurangin," tuturnya.
Kenaikan harga membuat kondisi keuangan rumah tangga harus benar-benar diperhatikan. Suami kadang tidak mengerti kebutuhan istrinya saat berbelanja ke pasar.
"Beli deh 5 ribu aja. Saya mah udah gak terlalu ya, tapi anak yang suka banget. Hari ini mau bikin pepes," ucap Eli membeli cabai kepada penjual di pasar tersebut.
Efek domino dari kenaikan harga ini membuat Pembeli berharap kepada pemerintah agar menurunkan harga bahan pangan.
"Hidup jadi ruwet, mana beras juga naik kan. Ini saya harus nyetor kuitansi ke suami sebagai bukti bahwa harga pada naik. Jadi saya mau juga dinaikin uang jajannyalah," ungkapnya kesal.