Heboh! Perhitungan Kerugian dari Kasus Korupsi Timah yang Mencapai Rp 271 Triliun Jadi Sorotan

Heboh! Perhitungan Kerugian dari Kasus Korupsi Timah yang Mencapai Rp 271 Triliun Jadi Sorotan
Heboh! Perhitungan Kerugian dari Kasus Korupsi Timah yang Mencapai Rp 271 Triliun Jadi Sorotan

Lambeturah.co.id - Kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk antara tahun 2015 hingga 2022 telah memantik perhatian publik.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Harvey Moeis sebagai tersangka dalam kasus ini, suami dari aktris Sandra Dewi. Kerugian yang diprediksi akibat kasus ini mencapai Rp 271 triliun.

Sebelum fokus beralih kepada Harvey Moeis, pada tanggal 19 Februari 2024, Kejagung telah menghadirkan ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo, untuk melakukan perhitungan kerugian akibat dugaan korupsi yang mengakibatkan kerusakan hutan di Bangka Belitung (Babel).

Menurut Bambang, total kerugian yang diestimasi mencapai Rp 271 triliun adalah hasil perhitungan atas kerusakan lingkungan di kawasan hutan dan non-kawasan hutan. Perinciannya adalah sebagai berikut:

Kerugian Kawasan Hutan;
- Kerugian lingkungan ekologisnya Rp 157,83 T
- Ekonomi lingkungannya Rp 60,276 T
- Pemulihannya itu Rp 5,257 T.
Total untuk yang di kawasan hutan adalah Rp 223.366.246.027.050.

Kerugian Non Kawasan Hutan;

- Biaya kerugian ekologisnya Rp 25,87 Triliun
- Kerugian ekonomi lingkungannya Rp 15,2 T
- Biaya pemulihan lingkungan Rp 6,629 T.
Total untuk untuk nonkawasan hutan APL adalah Rp 47,703 triliun

"Totalnya kerugian itu yang harus juga ditanggung negara adalah 271.069.687.018.700," kata Bambang dalam jumpa pers bersama Kejagung saat itu.

Bambang juga mencatat bahwa dari total luas galian terkait kasus PT Timah Tbk di Bangka Belitung sekitar 170.363.064 hektar, namun hanya 88.900,462 hektar yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP). Sementara sisanya, sekitar 81.462,602 hektar, tidak memiliki izin tersebut.

"Dan dari luasan yang 170 ribu (hektare) ini ternyata yang memiliki IUP itu hanya 88.900,661 hektare, dan yang non-IUP itu 81.462,602 hektare," ujar dia.

Angka ini akan menjadi pedoman bagi Kejagung dalam menentukan kerugian perekonomian negara, selain dari kerugian negara yang akan dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Perhitungan tersebut merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran Dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup.