MA Vonis Hukuman Mati Herry Wirawan Pemerkosa 13 Santri di Bandung

Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi pelaku pemerkosa 13 santri, Herry Wirawan.

MA Vonis Hukuman Mati Herry Wirawan Pemerkosa 13 Santri di Bandung
MA Vonis Hukuman Mati Herry Wirawan Pemerkosa 13 Santri di Bandung

Lambeturah.co.id - Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi pelaku pemerkosa 13 santri, Herry Wirawan. Pelaku menerima hukuman yang berkekuatan hukum tetap dan bisa dieksekusi.

Diketahui pemerkosaan sebanyak 13 santri ini dilakukan Herry Wirawan dalam kurun 2016-2021. Kemudian Herry Wirawan dilaporkan ke polisi pada 2021. Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka hukum.

Usai melalui proses persidangan, kini Herry Wirawan dituntut hukuman mati oleh jaksa PN Bandung, Herry Wirawan dihukum penjara seumur hidup. 

Karena pelaku dinilai bersalah sudah melakukan kejahatan sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3), dan (5) juncto Pasal 76D UU Perlindungan Anak.

Tak hanya itu, Hukumannya juga diperberat di tingkat banding menjadi hukuman mati. Dalam sidang, Amar putusan diketok oleh ketua majelis Herri Swantoro.

"Majelis hakim di pengadilan tinggi berpendapat yang cukup adil terhadap perbuatan terdakwa adalah hukuman mati," kata majelis banding.

"Tolak kasasi," bunyi putusan kasasi yang dilansir dari situs MA, pada Selasa (3/1/2023).

Hakim agung Sri Murwahyuni dengan anggota Hodayat Manao dan Prim Haryadi memutuskan perkara tersebut. Sedangkan sebagai panitera pengganti Maruli Tumpal Sirait.

Disisi lain, Komnas Perempuan mengaku tidak sependapat soal penerapan hukuman mati dengan terdakwa pemerkosa 13 santriwati Herry Wirawan.

"Komnas Perempuan menentang hukuman mati karena bertentangan dengan norma internasional hak asasi manusia yang paling dasar hak untuk hidup," ucap Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat kepada wartawan, pada Selasa (5/4/2022).

"Hakim banding mengkoreksi bahwa restitusi adalah hak korban dan menjadi kewajiban pelaku untuk memulihkan dampak kekerasan seksual yang dialami korban, yang sumbernya berasal dari kekayaan pelaku, bukan negara. Dengan mengoreksi sebagai hak korban dan bukan pidana tambahan, maka untuk putusan maksimal dapat ditetapkan sebagai pemenuhan kewajiban membayar restitusi," tuturnya.