MK Tolak Uji Formil, Uji Materiil UU Cipta Kerja Dilanjutkan

MK Tolak Uji Formil, Uji Materiil UU Cipta Kerja Dilanjutkan
MK Tolak Uji Formil, Uji Materiil UU Cipta Kerja Dilanjutkan

Lambeturah.co.id - Majelis Hakim Konstitusi sudah menolak lima permohonan uji formil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).

Mahkamah Konstitusi menyebut, dari kerangka hukum pembentukan undang-undang yang berasal dari Perppu, sebuah Perppu yang sudah ditetapkan oleh Presiden harus mendapatkan persetujuan dari DPR supaya bisa memiliki daya keberlakuan sebagai undang-undang.

"Pengajuan perppu oleh Presiden kepada DPR tersebut adalah dalam bentuk RUU. Namun demikian, walaupun dengan bentuk RUU (yang sama dengan undang-undang biasa), RUU tentang penetapan perppu menjadi undang-undang memiliki karakter yang berbeda dengan RUU biasa, seperti mekanisme tahapan serta jangka waktu sebagaimana yang telah dipertimbangkan sebelumnya," tegas Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, dikutip pada Selasa (3/10/2023).

Ia menambahkan karakter khusus dari RUU tentang penetapan perppu menjadi undang-undang itu menyebabkan tidak semua asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 UU 12/2011 menjadi mengikat secara absolut.

Menurut, Penjelasan Pasal 5 huruf g UU 12/2011 menentukan pengertian dari asas keterbukaan, yaitu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka.

Sementara, Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, dan Persidangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto menilai proses pembentukan UU Cipta Kerja secara formil tidak bertentangan dengan UUD 1945.

"Putusan MK tersebut mempertimbangkan beberapa hal, yakni terkait dengan persetujuan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 yang dinilai tidak melanggar jangka waktu persetujuan atau tidak persetujuan DPR atas Perpu yang diajukan oleh Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUD 1945 dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan perubahannya," ujarnya.

Dalam jangka waktu itu disesuaikan dengan karakteristik masing-masing Perpu dan itikad baik (good faith) dari Presiden untuk proses persetujuan DPR.

Dalam pembentukan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 juga dinilai telah memenuhi persyaratan hal ihwal kegentingan memaksa. 

Perpu Nomor 2 Tahun 2022 juga dinilai tidak melanggar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Pembentukan Perpu merupakan pilihan hukum kebijakan Presiden (presidensial leadership legal policy), sehingga perbaikan UU Nomor 11 Tahun 2020 sebagaimana Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 melalui Perpu Nomor 2 Tahun 2022 adalah memiliki kedudukan hukum dan materi yang sama dengan UU.

"Namun, DPR wajib menginformasikan ke masyarakat sehingga dapat diakses dan diberikan masukan oleh masyarakat," tuturnya, Selasa (3/10/2023).

"Melalui pelaksanaan tersebut diharapkan dapat mendorong perluasan lapangan kerja melalui kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan UMKM, meningkatkan ekosistem investasi, mempercepat proyek strategis nasional, meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja, serta memperkuat perekonomian nasional dalam menghadapi situasi perekonomian global mendatang," pungkasnya.