Rakyat Beralih Belanja di WhatsApp, e-Commerce Terancam Kiamat

Meta nampaknya mulai mengarahkan pengembangan WhatsApp sebagai platform bisnis untuk menghasilkan pendapatan lebih besar.

Rakyat Beralih Belanja di WhatsApp, e-Commerce Terancam Kiamat
Rakyat Beralih Belanja di WhatsApp, e-Commerce Terancam Kiamat

Lambeturah.co.id - Industri e-commerce nampaknya mulai mengalami pergeseran sebagai saluran penjualan utama. Bahkan banyak merek yang meninggalkan e-commerce dan membangun situs penjualan sendiri.

Baru-baru ini, CEO Meta, Mark Zuckerberg, mengumumkan bahwa anak perusahaannya, WhatsApp Business, telah mencapai 200 juta pengguna aktif. Angka tersebut naik empat kali lipat dibandingkan tiga tahun yang lalu.

WhatsApp Business merupakan fitur dalam aplikasi pesan singkat WhatsApp yang dirancang khusus untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Tujuannya adalah untuk mempermudah transaksi jual-beli online antara pembeli dan penjual.

Meta nampaknya mulai mengarahkan pengembangan WhatsApp sebagai platform bisnis untuk menghasilkan pendapatan lebih besar.

Hal ini terjadi akibat ketidakpastian ekonomi yang memengaruhi bisnis iklan ekosistem Meta secara keseluruhan, seperti yang dikutip dari Reuters pada Rabu (28/6/2023).

Meta tidak tanggung-tanggung, mereka meluncurkan dua fitur baru untuk WhatsApp Business yang semakin memudahkan para pelaku UMKM. Di Indonesia, dua fitur ini sudah dapat digunakan oleh sejumlah pelaku UMKM dalam tahap uji coba.

Pertama, sinkronisasi iklan dari WhatsApp ke Facebook atau Instagram. Pengguna hanya perlu memiliki akun WhatsApp Business dan tidak perlu beralih aplikasi untuk membuat iklan penjualan mereka.

Ketika pengguna Facebook dan Instagram mengklik iklan, mereka langsung diarahkan ke WhatsApp penjual. Mereka dapat mengajukan pertanyaan, menjelajahi produk, dan melakukan pembelian.

Fitur ini akan secara bertahap tersedia bagi pengguna WhatsApp Business. Saat ini, sudah ada UMKM yang memiliki akses iklan ke platform Meta.

Kedua, pesan berbayar. Fitur ini memungkinkan penjual mengirimkan pesan yang dipersonalisasi ke pelanggan. Pesan tersebut akan mencantumkan nama pelanggan, termasuk jadwal pengiriman pesan.

"Kami berharap fitur-fitur ini mampu mendukung UMKM lebih maju lagi. Teknologi yang sudah ada dan yang tidak berbayar akan menarik lebih banyak pengguna sekaligus mempertahankan pengguna lama," kata Country Director Meta Indonesia, Pieter Lydian, di Jakarta, Selasa (27/6) seperti dikutip dari cnbc Indonesia.

Strategi WhatsApp yang semakin gencar mengembangkan fitur Bisnis sejalan dengan TikTok dan fitur Toko. Kedua layanan ini awalnya lahir sebagai aplikasi pesan singkat dan media sosial, dan memiliki keunggulan di sektor audiens.

WhatsApp dan TikTok keduanya menjadi platform yang sering diakses sehari-hari oleh pengguna internet. WhatsApp memiliki 2 miliar pengguna aktif bulanan secara global, sementara TikTok digunakan oleh 1,6 miliar orang setiap bulannya di seluruh dunia.

Ketergantungan pengguna internet pada kedua platform ini membuat transaksi jual-beli online lebih mudah dilakukan di dalam aplikasi.

Hal ini tentu merupakan ancaman bagi pemain e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, dan Lazada. Aplikasi e-commerce yang awalnya dirancang sebagai platform jual-beli harus mencari cara agar pengguna tidak beralih berbelanja ke TikTok Shop dan WhatsApp Business.

Sebagai catatan, nilai Gross Merchandise Value (GMV) TikTok Shop di Indonesia sepanjang tahun lalu mencapai US$2,5 miliar, menurut laporan Financial Times. Angka tersebut menyumbang sebagian besar dari total GMV di Asia Tenggara sebesar US$4,4 miliar.

Pada tahun ini, TikTok Shop menargetkan pertumbuhan lebih dari dua kali lipat di Indonesia, sekitar US$5 miliar (Rp75 triliun), berdasarkan informasi dari dua sumber yang akrab dengan isu tersebut.

Tidak mengherankan jika TikTok fokus pada Indonesia. Menurut perusahaan riset Insider Intelligence, pengguna aktif TikTok di Asia Tenggara mencapai 135 juta hingga kuartal pertama 2023. Indonesia menjadi negara dengan kontribusi terbesar dengan 113 juta pengguna.

Potensi TikTok Shop tidak bisa diabaikan oleh pemain e-commerce lama seperti Shopee, Tokopedia, dan Lazada. Padahal, TikTok Shop baru hadir di Asia Tenggara pada tahun 2021.

Menurut survei dari perusahaan riset Cube Asia, pengeluaran pengguna di TikTok Shop mengakibatkan pengurangan pengeluaran pengguna di Shopee dan Lazada.

Di Indonesia, Thailand, dan Filipina, pengeluaran pengguna di Shopee turun 51% karena dialihkan ke TikTok Shop. Sementara itu, pengeluaran di Lazada turun 45%, dan pengeluaran di gerai fisik turun 38%.

Namun, GMV Shopee masih jauh lebih tinggi daripada TikTok Shop. Sepanjang tahun 2022, GMV Shopee di Asia Tenggara mencapai US$73,5 miliar. Sedangkan Lazada mencapai GMV sebesar US$21 miliar.