Revisi UU Penyiaran, KPI Akan Awasi Konten Layanan Digital Netflix hingga YouTube

Revisi UU Penyiaran, KPI Akan Awasi Konten Layanan Digital Netflix hingga YouTube
Revisi UU Penyiaran, KPI Akan Awasi Konten Layanan Digital Netflix hingga YouTube

Lambeturah.co.id - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan diberikan wewenang untuk mengawasi konten-konten yang ada di platform streaming video over the top (OTT) seperti Netflix, Amazon Prime, HBO Go, Disney+ Hotstar, Vidio, YouTube dan lainnya.

Hal ini akan terjadi apabila revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran disetujui oleh DPR RI.

Pada saat ini, DPR sedang menyusun rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang direncanakan akan selesai pada 2 Oktober 2023, yang akan memperluas cakupan wilayah penyiaran serta kewenangan KPI.

Sebelumnya, KPI hanya memiliki kewenangan terhadap penyiaran konvensional seperti siaran televisi dan radio. Dengan revisi UU ini, kewenangan KPI akan mencakup penyiaran digital, termasuk layanan streaming seperti yang disebutkan sebelumnya.

"Penyelenggara Platform Digital Penyiaran adalah pelaku usaha yang terdiri atas perseorangan atau lembaga yang menyelenggarakan konten Siaran melalui Platform Digital Penyiaran," demikian tercantum dalam Pasal 1 ayat 16 dalam draft RUU Penyiaran.

"Sebagai konsekuensi dari perluasan kewenangan KPI, maka platform layanan streaming digital seperti Netflix dan sejenisnya harus tunduk pada UU Penyiaran yang baru, serta diatur oleh Komisi Penyiaran Indonesia," ujar Yovantra Arief, Direktur Eksekutif Remotivi dalam konferensi pers, Rabu (24/4/2024).

Yovantra menambahkan bahwa perubahan ini dianggap sebagai ancaman terhadap kebebasan pers penyiaran dan kreativitas di ruang digital.

“Memasukkan platform digital dalam definisi penyiaran membuat konten digital harus patuh pada aturan-aturan yang sama dengan aturan TV konvensional, padahal medium dan teknologinya berbeda," kata Yovantra.

"Ini tidak tepat karena platform digital memiliki logika teknologi yang berbeda dengan TV atau radio terestrial,” sambungnya.

Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah larangan-larangan yang termuat dalam pasal 56 ayat 2, yang meliputi berbagai jenis konten penyiaran, baik konvensional maupun digital.

Menurut draft RUU Penyiaran 2 Oktober 2023 yang diterima oleh KompasTekno, larangan-larangan ini mencakup konten terkait narkoba, perjudian, rokok, alkohol, kekerasan, unsur mistik, dan sebagainya.

Selain itu, terdapat juga larangan terhadap konten yang berkaitan dengan lesbian, homoseksual, biseksual, dan transgender (LGBT); manipulasi informasi negatif; serta siaran yang secara subjektif berkaitan dengan kepentingan politik.

Yovantra menyatakan bahwa larangan-larangan ini berpotensi membatasi hak masyarakat untuk mengakses konten yang beragam.

Padahal, di platform digital, masyarakat memiliki kebebasan lebih besar untuk memilih dan menyaring tontonan, berbeda dengan penyiaran konvensional.

Beberapa jenis konten yang dilarang dinilai Yovantra dapat memiliki interpretasi yang bervariasi, sehingga UU Penyiaran yang baru ini berisiko untuk disalahgunakan.

Berdasarkan situs resmi DPR RI, proses revisi UU Penyiaran saat ini sedang berlangsung di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI setelah melalui penyempurnaan oleh Komisi I DPR RI.

Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, juga menyatakan bahwa revisi UU Penyiaran ditargetkan untuk diselesaikan pada tahun ini.

"Dari beberapa diskusi, Komisi I menyampaikan bahwa revisi Undang-Undang Penyiaran akan dikejar selesai di periode ini." ujar Ubaidillah dilansir dari RRI.