Komisi X DPR Sebut Pakaian Adat Jadi Seragam Dapat Membebani dan Merepotkan Orang Tua Siswa

Komisi X DPR Sebut Pakaian Adat Jadi Seragam Dapat Membebani dan Merepotkan Orang Tua Siswa
Komisi X DPR Sebut Pakaian Adat Jadi Seragam Dapat Membebani dan Merepotkan Orang Tua Siswa

Lambeturah.co.id - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda merespon soal penerapan pakaian adat jadi seragam sekolah oleh Disdik Depok berdasarkan Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022. 

Ia menilai kebijakan itu bakal membebani dan merepotkan orang tua siswa. Awalnya, Huda bicara soal prinsip sekolah yang harus menjadi tempat yang ramah bagi siswa dan orang tua siswa. Dia menyebutkan segala bentuk kebijakan yang membebani biaya harus dievaluasi.

"Iya, prinsipnya sekolah harus menjadi tempat ramah bagi siswa ya, ramah dalam proses pembelajaran, ramah dalam konteks tidak memberatkan, ramah pada siswa dan orang tua, ramah pada konteks penegakan disiplin dan seterusnya itu. Jadi sesuatu yang sifatnya membebani dan menjadi cost baru di sekolah. Kita minta untuk, apa pun ininya ya, kepentingannya, kita minta dievaluasi," kata Huda dikutip pada Kamis (18/4/2024).

"Jadi apa punlah dalihnya, misal menyangkut pakaian adat dan seterusnya itu, jadi semangatnya ini bukan sesuatu yang sifatnya wajib dilaksanakan di sekolah, karena kita tahu seragam nasional itu dipakai mulai Senin-Kamis. Artinya, sebenarnya hanya ada sisa satu hari kan hari Jumat, gitu. Nah, kalau lalu hanya satu hari dan itu dimaknai harus gunakan pakaian adat, saya kira tidak harus sampai sejauh itu," tambahnya.

Menurutnya, terkait Pasal 12 Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 tentang pengadaan pakaian seragam sekolah menjadi tanggung jawab orang tua wali murid tetapi bisa dibantu oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dia menilai aturan itu harus dikaji betul-betul oleh pihak sekolah.

"Ya karena itu jadi saya kira konteksnya tidak wajib dan ini fleksibel, betul-betul pihak sekolah, satuan sekolah mengkaji betul kira-kira apakah kebijakan ini memberatkan atau tidak, toh itu hanya sehari juga sebenarnya. Jumat atau peringatan hari-hari tertentu kan sebenarnya. Kalau saya usul sudah pakai baju biasa saja, iya atau batik betul," jelasnya.

Tak hanya itu, Huda juga menilai soal penerapan pakaian adat ini tidak cuma membebani, tapi juga merepotkan orang tua siswa. Dia menganggap Kemendikbudristek tidak konsisten perihal isu ekstrakurikuler Pramuka yang ditiadakan lantaran alasan membenani.

"Merepotkan, di daerah itu kan ini menjadi unit komersial lagi yang terjadi itu, kita ingin hindari itu. Nah Kemendikbud saya kira tidak konsisten ya, ketika dia melarang ekstrakurikuler Pramuka, salah satu yang mereka tidak mau kan pengadaan seragam pramuka itu dan kegiatannya katanya membebani, gitu," ujarnya.

"Sekali lagi, kalau perlu, Kemendikbud buat surat edaran baru yang intinya semua hal yang terkait dengan pengadaan seragam dan seterusnya, saya kira tidak perlu dijadikan opsi, biar itu menjadi sesuatu yang berjalan biasa di sekolah dan sekali lagi sekolah harus terbebas ramah dari semua yang semangatnya komersial dan membebani siswa dan orang tua siswa," pungkasnya.