Demi Cegah Kecelakaan, MK Tolak Permohonan SIM Seumur Hidup

Demi Cegah Kecelakaan, MK Tolak Permohonan SIM Seumur Hidup
Demi Cegah Kecelakaan, MK Tolak Permohonan SIM Seumur Hidup

Lambeturah.co.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan salah satu advokat yang meminta masa berlaku surat izin mengemudi (SIM) seumur hidup. 

MK menilai, SIM dalam pembaruan yang dilakukan setiap lima tahun perlu dilakukan guna mengurangi angka kecelakaan.

Tujuh Hakim Konstitusi menyatakan menolak gugatan pemohon soal masa berlaku SIM ini. 

"Berdasarkan undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan seterusnya, amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ucap Anwar Usman dalam Sidang Pengucapan Putusan Perkara No. 42/PUU-XXI/2023, pada Kamis (14/9/2023).

Keputusan ini dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh tujuh Hakim Konstitusi diantaranya Anwar Usman selaku Ketua merangkap Anggota, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Manahan M.P. Sitompul, Daniel Yusmic P. Foekh, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams masing-masing sebagai anggota.

Alasannya, Enny Nurbaningsih menyampaikan mekanisme evaluasi dalam proses perpanjangan masa berlaku SIM juga merupakan upaya untuk membangun budaya tertib lalu lintas. 

"Kecelakaan yang terjadi akibat aspek pelaku tercatat antara 71 persen sampai dengan 79 persen pelakunya adalah pengemudi kendaraan bermotor yang tidak memiliki SIM. Dan jika dikaitkan dengan usia, mayoritas pelaku kecelakaan adalah pada rentang usia 22-29 tahun dengan persentase 17 persen sampai dengan 20 persen apabila dibandingkan dengan usia pelaku kecelakaan pada rentang usia lain," ujar Enny.

Menurutnya, evaluasi kompetensi lewat perpanjangan SIM diperlukan lantaran merupakan salah satu faktor penurun tingkat fatalitas kecelakaan. Lewat proses penerbitan termasuk perpanjangan SIM, pemegang SIM bakal dipastikan masih memiliki kompetensi dan kesehatan untuk mengemudikan kendaraan bermotor.

"Bahwa dalam kaitan ini dapat dipahami terjadinya kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian materiil disebabkan oleh banyak faktor, di mana faktor pertama yang paling dominan, yaitu sebanyak 61 persen disebabkan oleh faktor manusia. Contohnya, pengemudi yang mengalami kelelahan, namun memaksakan tetap mengemudi, adanya ketidakstabilan ketika menghadapi lalu lintas yang semakin padat dan macet, mempunyai penyakit tertentu yang menyebabkan konsentrasi terganggu, terpengaruh oleh minuman alkohol dan obat-obatan tertentu, dan ketidakpahaman mengenai tata cara dan etika berlalu lintas karena tidak memiliki SIM," tambahnya.

Faktor kedua yakni soal ketersediaan prasarana dan lingkungan, yaitu sebesar 30 persen. Hal ini soal dengan kondisi jalan dan lingkungan sekitar ruang jalan yang mencakup jalan bergelombang atau rusak, jalan yang licin, jalan berkelok-kelok, turunan atau tanjakan, lingkungan yang berkabut atau tempat binatang yang menyeberang. Faktor ketiga adalah kendaraan bermotor yang tidak layak, yaitu sebesar 9 persen.

"Dalam kaitan dengan faktor tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan agar Kepolisian Negara Republik Indonesia melaksanakan evaluasi terhadap pemegang SIM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, Pasal 77 UU 22/2009 mewajibkan semua orang yang mengendarai kendaraan bermotor harus memiliki SIM. Oleh karenanya, menjadi tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk lebih intens dalam mengedukasi masyarakat agar mentaati aturan tersebut, bahwa kepemilikan SIM bukan sekedar sebatas surat izin mengemudi namun lebih dari itu karena ada kompetensi dan faktor-faktor yang dinilai penting terkait kelayakan seseorang mengendarai kendaraan bermotor. Termasuk dalam hal ini juga, mengedukasi masyarakat agar tidak menggunakan kendaraan bermotor bagi yang tidak atau belum memiliki SIM, khususnya anak-anak yang masih di bawah umur agar dapat mengurangi potensi terjadinya kecelakaan lalu lintas," pungkasnya.