Depok Jadi Kota Intoleran, Wali Kota Menyangkal Hasilnya

Wali Kota Depok, Mohammad Idris, baru-baru ini menyangkal hasil riset yang menobatkan Depok sebagai salah satu kota paling tidak toleran.

Depok Jadi Kota Intoleran, Wali Kota Menyangkal Hasilnya
Depok Jadi Kota Intoleran, Wali Kota Menyangkal Hasilnya

Lambeturah.co.id - Wali Kota Depok, Mohammad Idris, baru-baru ini menyangkal hasil riset yang menobatkan Depok sebagai salah satu kota paling tidak toleran

“Saya rasa silakan, menjadi hak mereka untuk melakukan survei apa pun. Tetapi, dalam suasana damai di Kota Depok yang saya rasakan dan warga," ucap Idris beberapa waktu lalu.

"Kami bisa minta statement atau realita dari teman-teman FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), apakah memang ada diskriminasi atau tidak," sambungnya. 

Sebelumnya, Setara Institute sudah merilis daftar kota paling toleran dan tidak toleran di Indonesia. Pada laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2022 yang dirilis pada Kamis (06/04/2023) tersebut, ada 94 dan 98 kota Indonesia yang tercantum. 

Dalam penilaiannya juga dilakukan dengan empat variabel, yaitu regulasi pemerintah kota, regulasi sosial, tindak pemerintah, dan demografi keagamaan. 

Hasilnya, Cilegon merupakan kota paling tidak toleran dengan skor akhir 3,227. Kemudian, Depok menempati posisi kedua kota paling tidak toleran dengan skor 3,610. 

Dari beberapa variabel itu, Cilegon dan Depok sama-sama memperoleh skor rendah, yakni 2,0, pada indeks inklusi soal keagamaan. 

Ha itu diprotes oleh sang wali kota. Idris memberikan contoh kasus yang dianggap berkaitan dengan skor tersebut, yakni penyegelan masjid Ahmadiyah. Menurutnya, hal itu tidak cocok dikaitkan dengan intoleransi dalam beragama.

"Misalnya penyegelan masjid Ahmadiyah, ini dianggap sebagai sebuah kasus yang intoleran. Ini harus dipertanyakan apakah memang demikian? Karena kami melakukan penyegelan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ungkapnya. 

Ia juga menyebut penyegelan Masjid itu sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia yang menyebut Ahmadiyah sebagai aliran sesat.

"Dari situ kami menjaga. Untuk menjaga mereka, kami segel. Kalau itu dijadikan sebuah bukti intoleran, maka kami pertanyakan.” tandasnya.

Dengan begitu, Setara Institute belum kembali memberi konfirmasi apakah kasus itu merupakan salah satu penyebab rendahnya skor tersebut.