Pengusaha Setop Jual Migor jika Utang Rp344 M Tak Segera Dibayar Pemerintah

Aprindo akan menghentikan penjualan minyak goreng di seluruh gerai ritel anggotanya jika pemerintah tidak segera melunasi utang Rp 344 miliar.

Pengusaha Setop Jual Migor jika Utang Rp344 M Tak Segera Dibayar Pemerintah
Pengusaha Setop Jual Migor jika Utang Rp344 M Tak Segera Dibayar Pemerintah

Lambeturah.co.id - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) akan menghentikan penjualan minyak goreng di seluruh gerai ritel anggotanya jika pemerintah tidak segera melunasi utang Rp 344 miliar.

Roy Nicholas ketua Aprindo Mandey mengatakan, utang itu bersumber dari selisih harga minyak goreng alias rafaksi di bawah rencana harga tunggal 2022 yang hingga kini belum dibayar.

Menurut dia, pemerintah harus membayar selisih utang 17 hari setelah penerapan skema tersebut. Namun, satu tahun telah berlalu dan mereka belum dibayar.

"Kami bukan mau mengancam, tapi ini cara kami agar didengar. Soal kapannya (setop jual), kami masih koordinasi dulu dengan anggota asosiasi, bila sama sekali tak ada perhatian dari pemerintah kami akan lakukan itu," ujar Roy dalam acara Buka Puasa Bersama, Kamis (13/4).

Roy menjelaskan bahwa rencana minyak satu harga pemerintah untuk awal 2022 bukanlah kehendak Aprindo. Namun harus sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022.

Peraturan tersebut mewajibkan pengusaha untuk menjual minyak goreng kemasan berkualitas tinggi dengan harga Rp 14.000 per liter. Hal ini sebagai dampak melambungnya harga minyak goreng di pasaran pada awal tahun lalu.

"Jadi rafaksi bukan kemauan ritel, karena ada regulasi Permendag itu. Itu ketentuan yang berlaku di Permendag 3 perihal minyak goreng satu harga. Semua dijual Rp14 ribu dari 19 Januari sampai 31 Januari," jelasnya.

Dia melanjutkan, dalam aturannya, pemerintah juga perlu membayar selisihnya. Namun, utang tersebut belum lunas dan Permendag 3 diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022.

Peraturan baru itu membatalkan ketentuan bahwa pemerintah harus menanggung penggantian selisih harga yang diatur dalam peraturan semula. Sehingga sampai saat ini pengusaha belum menerima pembayaran utang tersebut.

"Permendag 6 muncul jadinya Permendag 3 jadi tak berlaku lagi, tapi bukan berarti rafaksi nggak dibayar. Kita sudah setorkan semua data pada 31 Januari sudah kita penuhi semuanya, tapi belum juga dibayar," pungkasnya.