Rapat Paripurna DPR Mengesahkan RUU Kesehatan Menjadi Undang-Undang

Keputusan tersebut diambil dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani di Gedung DPR, Senayan, pada hari Selasa (11/7).

Rapat Paripurna DPR Mengesahkan RUU Kesehatan Menjadi Undang-Undang
Rapat Paripurna DPR Mengesahkan RUU Kesehatan Menjadi Undang-Undang

Lambeturah.co.id - Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus menjadi Undang-Undang (UU). Keputusan tersebut diambil dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani di Gedung DPR, Senayan, pada hari Selasa (11/7).

Puan Maharani didampingi oleh Wakil Ketua DPR Rahmat Gobel, Lodewijk F Paulus, dan Sufmi Dasco Ahmad. Sedangkan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) tidak terlihat hadir.

Sebelum disahkan, Puan Maharani meminta Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena untuk menyampaikan laporan mengenai rangkaian pembahasan RUU Kesehatan. Dalam rapat tersebut, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat menolak RUU ini.

Setelah mendengarkan laporan dari Komisi IX, Puan mengizinkan fraksi Demokrat dan PKS untuk menyampaikan pandangan mereka secara langsung di forum paripurna.

Setelah Demokrat dan PKS menyampaikan pandangan mereka, Puan meminta persetujuan dari seluruh anggota dewan untuk mengesahkan RUU Kesehatan menjadi UU.

"Setelah mendengarkan pendapat fraksi Demokrat dan PKS, selanjutnya kami akan menanyakan kepada pada fraksi lainnya apakah RUU Kesehatan dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?," tanya Puan.

"Setuju," ucap mayoritas anggota dewan.

Puan Maharani pun mengetuk palu persetujuan, setelah itu beberapa anggota dewan bertepuk tangan.

Dalam rapat paripurna tersebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiraej (Eddy), dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Anas hadir sebagai perwakilan pemerintah dalam pengesahan RUU Kesehatan.

RUU Kesehatan sempat menimbulkan polemik dan penolakan dari organisasi dokter dan tenaga medis. RUU tersebut dianggap tidak memberikan perlindungan yang cukup kepada tenaga kesehatan.

Beberapa pasal dalam RUU tersebut dianggap kontroversial, seperti Pasal 314 ayat (2) yang dianggap akan merendahkan peran organisasi profesi. Pasal 314 ayat (2) menyatakan bahwa setiap jenis tenaga kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi.

Selain itu, Pasal 206, terutama ayat (3) hingga (5), menyebutkan bahwa standar pendidikan kesehatan dan kompetensi akan ditetapkan oleh menteri, serta Pasal 154 ayat (3) terkait penggabungan tembakau dengan narkotika dan psikotropika sebagai satu kelompok zat adiktif.

Selain itu, juga terdapat penghapusan kewajiban pemerintah untuk mengalokasikan minimal 5% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk anggaran kesehatan.